Sejarah Festival Film Indonesia
Semula banyak pihak, terutama dari insan perfilman,
merasa ketar-ketir apakah tahun 2013 Festival Film Indonesia
atau lebih dikenal dengan nama FFI akan diadakan , mengingat sampai bulan
Agustus belum terdapat tanda –tanda persiapan. Walaupun sejumlah media sudah
merilis , bahwa FFI 2013 bakal diselenggarakan di Semarang. Akhirnya
tanda-tanda tersebut sudah terjawab dengan terbentuknya Panitia Pelaksana
(Panpel) FFI 2013 dan sudah bekerja. Artinya pihak yang meragukan FFI
bisa terwujud , serta pihak yang pesimis, jelaslah terkaget-kaget. Sebab sudah
dipastikan acara puncak FFI 2013 diadakan di Ibukota Provinsi Jawa
Tengah, 7 Desember.
Banyak acara menarik
yang digelar sebelum acara puncak. Sementara Panpel juga menyiapkan
serangkaian program apresiasi ke beberapa kota di Jawa Tengah, di antara
Banyumas dan Jepara yang komunitas perfilmannya di kedua kota itu demikian
bergairah dalam memajukan perfilman Indonesia.
Djamaluddin Malik , seorang tokoh perfilman nasional
yang merintis sekaligus pegagas FFI , diadakan pertama kali tahun 1955
dan bersifat kompetitif , pasti tidak bakal percaya bahwa sejarah FFI
begitu panjang, meski perjalanannya mengalami jatuh bangun yang sejalan
dengan situasi serta kondisi perfilman Indonesia. Pada penyelenggaraan FFI 2013
saja Panpel bekerja singkat dan dead line yang mepet. Sehingga kesannya
terburu-buru. Seyogyanya Panpel bekerja sepanjang tahun. Usai digelar FFI,
Panpel sudah siap bekerja lagi. Menyiapkan program FFI selanjutnya.
Namun persoalannya
tidak sesederhana itu. Sebaliknya Djamaluddin Malik takkala
menyelenggarakan festival pertamakali, bisajadi tidak membentuk panitia
pelaksana. Sang perintis ini yang tidak lain produser film, malah
mengongkosi sendiri, bahkan rekan kolega sesama produser mencibir apa yang
diperbuat Djamaluddin Malik sewaktu menggelar festival film. Namun
semua itu bermula dari niat . Djamaluddin membuat festival film untuk upaya
menarik perhatian masyarakat bahwa film Indonesia tidak kalah baiknya dengan
film asing. Tentu hal ini niat yang gagah. Kata lain niat yang menumbuhkan
apresiasi terhadap film Indonesia.
Penyelenggara festival film tahun 1955 terkesan
hanya sekadar bagi-bagi piala. Karena terdapat dua peraih terbaik,
masing-masing untuk aktor-aktris utama dan aktor-aktri pembantu. Sedangkan film
terbaik diraih Lewat Djam Malam karya Usmar Ismail. Lantas sutradara terbaik
disabet Lilik Sudjio (Tarmina). Bagi-bagi piala itu berlanjut pada festival
film tahun 1960. Kebijakan bagi-bagi piala sempat menjadi polemik. Namun
harap maklum semuanya itu akhirnya dianggap sah-sah saja , karena
pelaksanaan dan pendanaan festival film itu sepenuhnya versembur dari seorang,
yakni Djamaluddin Malik.
Usai menyelenggarakan
festival film 1955, tahun berikutnya Djamaluddin Malik tidak mengadakan
festival. Selama tiga tahun, tepatnya tahun 1956 hingga tahun 1959 tidak
ada lagi festival film. Tahun 1960 baru ada festival film,
diselenggarakan di Jakarta, 21 -25 Februari, film terbaiknya adalah
Turang disutradarai Bachtiar Siagian yang juga dinobatkan sebagai
sutradara terbaik. Selesai festival film 1960 , tahun berikutnya tak ada lagi
festival . Barulah pada bulan Agustus 1967 diadakan Pekan Apresiasi Film
Nasional, sebagai nama lain dari FFI ketiga setelah 1955 dan 1960. Pekan
Apresiasi Film Nasional 1967 diadakan di Jakarta, 9-16 Agustus, yang tidak ada
film terbaik. Sutradara terbaik jatuh pada Misbach Y.Biran (Dibalik Tjahaya
Gemerlapan). Untuk pemeran utama pria ialah Sukarno M.Noor. Terus pemeran
utama wanita yaitu Mieke Wijaya (Gadis Kerudung Putih).Beberapa kali penyelenggaraan FFI vakum. Hal ini diakibatkan kondisi politik yang tidak menentu pada saat itu. Penyelenggaraan FFI baik pada tahun 1955, 1960 hingga tahun 1967 yang dinamakan Pekan Apresiasi Film Nasional, kerap disebut pemerhati film sebagai Pra-FFI. Antara tahun 1970 sampai 1975 ada festival terbatas berupa Pemilihan Best Actor/Actress yang diselenggarakan oleh PWI Jaya Seksi Film Kegiatan ini memang akhirnya tersaingi oleh masyarakat film yang dikelola oleh Yayasan Nasional Film Indonesia (YFI) , dan mendapat dukungan oleh Departemen Penerangan , Deppen, yang pada waktu itu merupakan institusi pembina perfilman nasional.
YFI mengadakan festival film tahun 1973 , yang seterusnya disebut FFI, dengan menobatkan Perkawinan karya Wim Umboh, meraih pula piala untuk sutradara terbaik. Di satu sisi, pemilihan Best Actor/Actris versi wartawan dihentikan pada tahun 1975 alias terintegrasi dengan YFI. Pada sisi lain, Departemen Penerangan memprakarsai dibentuknya Dewan Film Nasional. Maka melalui lembaga ini pelaksana FFI tahun 1981 yang dilakukan YFI dilebur. Maka pada tahun 1982 penyelenggaraan FFI sepenuhnya dikelola oleh Dewan Film Nasional.
Sejak saat itu pula penyelenggaraan FFI berpindah –pindah dari satu kota ke kota lain, diadakan di Medan tahun 1983. Tahun berikutnya di Yogyakarta, di Bandung dan pada tahun 1986 kegiatan dipusatkan di Jakarta, hanya puncak acara di Denpasar . Patut dicatat penyelenggaraan FFI di daerah dimaksudkan untuk mendekatkan diri antara artis film dengan masyarakat penontonnya.
Sumber : republica.co.id